Jumat, 4 Oktober 2024 – 01:24 WIB
Jakarta – Influencer Dian Widayanti baru-baru ini menyoroti fenomena beberapa produk bernama ‘tuyul’, ‘tuak’, ‘beer’, dan ‘wine’ yang mendapatkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Republik Indonesia. Ia mempertanyakan validitas sertifikasi tersebut melalui media sosialnya, merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 44 Tahun 2020 yang melarang penggunaan nama-nama terlarang tersebut.
“Dalam aturan tersebut, kita tidak diperbolehkan menggunakan nama yang diharamkan seperti whiskey, beer, dan lain-lain,” ujar Dian.
Video yang diunggah Dian ini menjadi viral dan menyulut respons dari MUI serta Kementerian Agama. Namun, kedua lembaga ini memiliki pandangan yang berbeda mengenai masalah ini.
Pandangan MUI
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa penetapan halal untuk produk tersebut menyalahi standar fatwa MUI. Ia menjelaskan bahwa produk halal harus mematuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Fatwa MUI No. 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, ada empat kriteria dalam penggunaan nama dan bahan, di mana penggunaan nama yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan dilarang. “Kehalalan produk tidak bisa ditetapkan jika nama tersebut terasosiasi dengan produk haram,” jelas Asrorun.
Dia juga menyoroti bahwa produk-produk tersebut memperoleh sertifikat halal melalui jalur Self Declare, tanpa melalui audit dari Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan oleh Komisi Fatwa MUI. “Karena itu, MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan produk-produk tersebut,” tegasnya.
Pandangan Kemenag
Sementara itu, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa penetapan halal untuk produk dengan nama ‘beer’, ‘wine’, dan ‘tuak’ telah melalui mekanisme yang berlaku. Ia menegaskan bahwa produk-produk tersebut terjamin kehalalannya.
“Masyarakat tidak perlu ragu tentang produk bersertifikat halal karena telah melalui proses sertifikasi yang sesuai dengan mekanisme,” ungkap Mamat.
Menurutnya, penamaan produk halal sudah diatur dalam regulasi SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI No. 44 Tahun 2020. Meskipun demikian, sejumlah nama produk yang kontroversial tersebut sempat muncul dalam laman BPJPH namun kini telah dihapus setelah masalah ini mendapat perhatian publik.
Perlu diketahui bahwa sertifikasi halal kini tidak lagi dipegang oleh LPPOM MUI, melainkan oleh BPJPH Kemenag.