Jumat, 4 April 2025 – 15:05 WIB
Jakarta, ECNETNews – Kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia menjadi ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, menegaskan bahwa alasan yang digunakan AS sangat menyesatkan. “Metode ini cacat, tapi dijadikan alasan untuk menekan kita secara sepihak. Ini bentuk proteksionisme yang merugikan Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (4/4/2025).
Tarif tambahan ini langsung berdampak pada sektor ekspor utama Indonesia ke AS, termasuk tekstil, pakaian, dan alas kaki, yang menyumbang 27,5 persen dari total ekspor. Selain itu, komoditas strategis seperti kelapa sawit dan karet juga terkena dampak. Andry mengingatkan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan perdagangan, tetapi juga menyebabkan dampak buruk pada tenaga kerja. “Dalam tiga tahun terakhir, sudah lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan turunannya tutup. Jika pemerintah tidak segera bertindak, kita akan kehilangan pasar utama dan menghadapi potensi PHK besar-besaran,” tegasnya.
Andry juga menyoroti kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS yang terjadi sejak Juli 2023. Ia menilai, absennya perwakilan diplomatik Indonesia di Washington akan semakin memperlemah posisi tawar negara dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS. “Kita hampir dua tahun tanpa wakil di Washington, padahal AS adalah mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan hanya kelalaian, tetapi pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry.
Ia menekankan pentingnya posisi Duta Besar di AS diisi oleh sosok yang memahami diplomasi ekonomi dan memiliki pengalaman dalam lobi dagang. “Kita butuh sosok yang menguasai diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini adalah garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujarnya. Andry mendesak segera adanya penunjukan Duta Besar yang memiliki rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi. “Setiap hari tanpa perwakilan di AS, kita melemahkan posisi tawar. Kita kehilangan momentum, peluang, dan kendali,” tutupnya.