ECNETNews – Isu kesehatan mental dan perundungan (bullying) kini menjadi fokus utama dalam dunia pendidikan kedokteran. Pendidikan dokter sebagai fondasi utama harus mampu menghasilkan tenaga medis yang adaptif, profesional, berintegritas, dan memiliki akhlak mulia, serta menjadi pemimpin perubahan di masyarakat.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) berkolaborasi dengan sebuah organisasi terkemuka untuk memperkenalkan era baru pendidikan dokter dengan penekanan pada IQ, EQ, dan SQ. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Dekan FK Unair untuk menandai kerjasama ini.
Dekan FK Unair menegaskan bahwa institusinya menargetkan nol kasus bullying dan depresi di kalangan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Fenomena ini, ujar Dekan, merata terjadi di berbagai jenjang pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
“Kami berkomitmen untuk mencapai nol bullying dan depresi dengan pendekatan preventif sebelum masalah muncul,” ungkap Dekan dalam konferensi pers yang diadakan saat Opening Ceremony Dies Natalis ke-70 Universitas Airlangga dan peringatan 111 tahun pendidikan dokter.
Upaya ini mencakup pembentukan alur penanganan bullying serta konsultasi untuk mendeteksi tanda-tanda awal depresi. FK Unair dan RSUD Dr. Soetomo telah menyediakan jalur khusus untuk menangani masalah tersebut, serta unit konsultasi untuk stres dan depresi
.
“Contohnya, jika seorang mahasiswa merasa stres karena salah jurusan, kami akan mendukung mereka untuk beralih ke jurusan yang diinginkan,” tambah Dekan.
Mengenai tingkat depresi di PPDS FK Unair, ia menyatakan bahwa kondisi ini masih dalam batas wajar dan under control. Tsunami kesehatan mental juga diantisipasi melalui kerjasama dengan organisasi tersebut dalam mendukung mahasiswa dan pengajar, di luar prosedur standar yang sudah diterapkan.
“Kecerdasan intelektual saja tidak cukup. Kecerdasan emosional dan spiritual juga harus dikuasai. Tidak hanya mahasiswa, tetapi juga dosen dan staf guru yang akan dilibatkan dalam program ini,” imbuhnya.
Selama diwawancara, pihak organisasi tersebut mengungkapkan bahwa isu kesehatan mental ini sudah menjadi perhatiannya sejak 25 tahun lalu, yang kini semakin mengemuka di berbagai sektor.
“Kecerdasan intelektual tidak dapat menjamin kesuksesan dalam profesi apapun tanpa didukung oleh kecerdasan emosional dan spiritual,” jelasnya.
Pihaknya juga mengusulkan lima langkah untuk mencegah masalah kesehatan mental, khususnya dalam lingkungan pendidikan kedokteran. Langkah pertama adalah memberikan bekal kecerdasan spiritual. Kemudian, kedua, membekali mahasiswa dengan kecerdasan emosional agar mampu merespon permasalahan dengan cepat.
Langkah ketiga menekankan pentingnya kampus melakukan penyaringan calon mahasiswa agar cocok dengan kompetensi yang dibutuhkan. “Sekitar 70 persen mahasiswa memilih jurusan yang tidak sesuai,” tambahnya.
“Pendidikan pencegahan ini penting dilakukan sejak awal. Jika sudah terlambat, maka mahasiswa dan pembimbingnya harus menyadari permasalahan ini,” lanjutnya. Sementara itu, pada langkah kelima, dosen juga harus dibekali pengetahuan untuk menangani isu kesehatan mental.
“Kami berharap dengan penerapan Strategi Holistik, para dokter dan calon dokter spesialis dapat memiliki bekal ilmu mengenai kesehatan mental serta bagaimana menjadi pribadi yang bermental tangguh sekaligus memutus mata rantai bullying,” pungkasnya.