Jakarta, ECNETNews – Ancaman bagi para penghuni Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin mencolok. Salah satu mantan pegawai pajak, Wawan Ridwan, mengungkapkan bahwa dirinya diminta membayar iuran sebesar Rp 140 juta untuk menghindari penguncian di dalam kamar tahanan KPK. Pengakuan ini terungkap saat Wawan bersaksi dalam sidang kasus pemungutan liar di Rutan KPK.
Wawan mengaku telah membayar iuran tersebut selama 10 bulan dengan pembayaran awal sejumlah Rp 20 juta. “Penghuni rutan biasanya diminta setoran rutin bulanan, yang dalam kasus saya, diminta Rp 20 juta pada empat bulan pertama,” jelas Wawan saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia menambahkan bahwa pembayaran dilakukan melalui rekening istrinya dan disalurkan oleh penasihat hukum. Sebagai informasi, pembayaran menurun seiring berjalannya waktu, dengan Rp 10 juta pada bulan ketujuh dan Rp 5 juta pada bulan kesembilan. Total pembayaran yang telah dilakukan mencapai Rp 140 juta.
Saat ditanya mengenai konsekuensi tidak membayar iuran, Wawan menyatakan bahwa ia akan dikunci di dalam kamar jika tidak mematuhi permintaan tersebut. “Kondisi saya sangat tertekan saat itu, jadi saya terpaksa memenuhi permintaan itu,” ungkapnya.
Sementara itu, 15 mantan pegawai Rutan KPK sudah menghadapi dakwaan terkait kasus ini, termasuk mantan Kepala Rutan KPK, Achmad Fauzi, dan beberapa petugas lainnya. Jaksa menympaikan bahwa pemungutan liar ini terjadi dari Mei 2019 hingga Mei 2023 dan melanggar berbagai peraturan yang berlaku.
“Mereka telah menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam penerimaan dan pengeluaran tahanan, serta memonitor keamanan di rutan,” tegas jaksa dalam persidangan.
Para terdakwa diduga juga memperkaya diri sendiri melalui pemungutan liar ini, yang melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Rincian keuntungan masing-masing terdakwa mencapai total yang signifikan, dengan sebagian besar mendapat keuntungan ratusan juta rupiah dari tindakan korupsi ini.