Jakarta – Terpidana kasus korupsi impor bawang putih, Elviyanto, mengaku menerima permintaan uang rokok hingga Rp300 ribu per hari dari petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan ini merupakan tambahan dari setoran bulanan yang wajib disetor.
Elviyanto, yang menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin, 2 September 2024, diminta memberikan keterangan terkait dugaan pungutan liar di Rutan KPK.
“Apakah Anda diminta uang insidentil oleh Muhammad Ridwan selain setoran Rp5 juta per bulan?” tanya jaksa saat persidangan.
Elviyanto membalas dengan pertanyaan, “Yang Bapak tanyakan, apakah saat saya menjadi koordinator atau tidak?” Jaksa menjelaskan pertanyaannya mencakup kedua kondisi tersebut.
Elviyanto menegaskan bahwa sebelum menjadi koordinator, ia sudah biasa diminta uang rokok oleh petugas. “Biasanya tahanan diminta uang rokok, sudah biasa,” jelasnya.
Jaksa membacakan berita acara pemeriksaan yang mencatat Elviyanto pernah menyetorkan antara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per hari. “Ini uang untuk apa?” tanya jaksa.
Elviyanto mengonfirmasi bahwa praktik tersebut terjadi saat ia menjadi koordinator, dengan beberapa petugas, termasuk Mahdi Aris dan Suharlan, sering meminta uang kepadanya setiap hari.
“Iya, tiap hari petugas mau pulang harus diberi uang,” imbuh Elviyanto. Jaksa tampak terkejut dengan pengakuan tersebut, menyebutkan, “Luar biasa ya.”
Sebanyak 15 mantan pegawai Rutan KPK telah didakwa, termasuk mantan Kepala Rutan KPK, Achmad Fauzi, dan eks Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK, Deden Rochendi. Jaksa mengungkapkan bahwa pungli ini terjadi antara Mei 2019 hingga Mei 2023 dan melanggar berbagai ketentuan hukum.
“Para terdakwa selaku petugas Rutan KPK telah menyalahgunakan kewenangannya terkait penerimaan, penempatan, dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan tahanan,” kata jaksa, menyoroti pelanggaran mereka terhadap Undang-Undang dan Peraturan KPK.
Jaksa yakin tindakan para terdakwa telah memperkaya diri mereka sendiri melalui praktik pungli, melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi. Rincian keuntungan yang diterima masing-masing terdakwa bervariasi, dengan Deden Rochendi mencatat keuntungan tertinggi yang mencapai Rp399.500.000.