Kamis, 19 September 2024 – 23:35 WIB
Bali, ECNETNews – Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska, menyatakan bahwa produksi beras saat ini menghadapi tantangan kompleks yang berdampak luas pada masyarakat lokal dan sistem pangan global.
“Produksi beras saat ini terjebak dalam serangkaian masalah yang memengaruhi komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim,” ungkap Sonya di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 yang diadakan di Bali International Convention Centre, pada Kamis, 19 September 2024.
Dalam konferensi tersebut, Sonya menyoroti berbagai tantangan produksi beras, termasuk perubahan iklim ekstrem, serangan hama, penyakit, spesies invasif, tekanan ekonomi, dan konflik geopolitik sebagai penyebab utama masalah tersebut.
Sonya menggarisbawahi pentingnya strategi ketahanan sebagai respons terhadap krisis ini, terutama untuk beradaptasi dengan gangguan yang muncul dan menjaga stabilitas pasokan beras.
Bagi para petani, strategi ketahanan diartikan sebagai penerapan metode pertanian yang ramah iklim untuk mengurangi risiko akibat perubahan cuaca ekstrem. Sementara itu, para peneliti memahami strategi ini sebagai upaya menciptakan varietas beras baru yang lebih tahan terhadap kekeringan, kadar garam tinggi, dan serangan hama.
Para pembuat kebijakan diharapkan dapat membangun ekosistem yang mendorong inovasi, investasi, dan penerapan praktik berkelanjutan di seluruh aspek produksi beras. “Ketahanan tidak hanya berarti pulih dari krisis, tetapi juga berkembang di tengah kesulitan,” tambah Sonya.
Untuk mencapai strategi ketahanan yang efektif, diperlukan kerja sama dan aksi kolektif. Pemerintah, sektor swasta, petani, peneliti, dan komunitas perlu bersinergi dalam berbagi pengetahuan, sumber daya, dan teknologi.
Strategi ketahanan yang disampaikan oleh pihak Bulog mencakup pendekatan untuk memperkuat sistem produksi beras. Ini mencakup penerapan praktik pertanian cerdas iklim seperti pengelolaan air yang efisien, perbaikan kesehatan tanah, dan pengelolaan hama terpadu, yang dapat meningkatkan adaptasi petani terhadap perubahan iklim.
Strategi ini juga memanfaatkan teknologi terbaru untuk merombak cara menanam, memproses, dan mendistribusikan beras. Dari pengembangan varietas beras berdaya hasil tinggi yang tahan kekeringan hingga penggunaan alat pertanian presisi seperti drone dan sensor, inovasi ini membantu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi dampak lingkungan.
Sonya mengajak semua pihak untuk bersatu demi membangun sistem produksi beras yang lebih kuat dan berkelanjutan untuk keamanan pangan global dan masa depan generasi mendatang. “Melalui kolaborasi ini, kita dapat berbagi pengetahuan, menyatukan sumber daya, dan meningkatkan skala inovasi yang sukses. Mari kita dukung kebijakan yang mempromosikan penelitian dan pengembangan, berinvestasi dalam teknologi yang memberdayakan petani, dan menciptakan platform inklusif untuk pertukaran pengetahuan,” tutup Sonya.