Jakarta, ECNETNews – Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengkritisi hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada. KPPOD menilai bahwa revisi ini mencederai kepastian hukum, mengurangi akuntabilitas pemilihan kepala daerah, dan berpotensi mengganggu efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Direktur Eksekutif KPPOD menegaskan bahwa revisi UU Pilkada ini tampak sebagai upaya untuk membatalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. “Hasil revisi UU Pilkada ini menciptakan ketidakpastian hukum karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan pada 20 Agustus 2024,” ujarnya di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini menegaskan komitmen terhadap prinsip keadilan dan kesetaraan dalam kompetisi pemilihan kepala daerah. Keputusan tersebut membuka peluang bagi calon kepala daerah alternatif untuk bersaing lebih efektif dengan koalisi yang dominan.
KPPOD juga mencatat bahwa Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menekankan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan calon terpilih. “Putusan ini mencerminkan semangat penguatan demokrasi lokal di tengah tantangan politik dinasti,” tambahnya.
Hasil revisi UU Pilkada dinilai kontraproduktif dalam menciptakan sistem pemilihan kepala daerah yang melahirkan pemimpin yang kompeten dan berintegritas. Kapasitas dan integritas kepala daerah dianggap sebagai faktor penting dalam memastikan tata kelola pemerintahan daerah yang efektif.
KPPOD memandang bahwa revisi UU Pilkada ini akan mengganggu prinsip pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, serta berpotensi merusak integritas dan efektivitas pemerintahan daerah, sehingga mengancam kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utama otonomi daerah.
Berikut ini adalah sikap KPPOD:
- Mendukung penuh pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
- Menolak revisi UU Pilkada yang dapat merusak integritas dan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah di Indonesia.
- Meminta Pemerintah dan DPR mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah dibacakan.
- Meminta KPU untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah dibacakan.
- Meminta Pemerintah dan DPR untuk merancang Undang-Undang dengan pertimbangan hukum yang tepat dan melibatkan partisipasi masyarakat yang berarti.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR di masa mendatang. Persetujuan ini diambil dalam Rapat Panitia Kerja RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Delapan fraksi di Badan Legislasi DPR RI memutuskan untuk melanjutkan pembahasan RUU Pilkada, sementara satu fraksi menyatakan penolakan terhadap pembahasan tersebut. Pemerintah, diwakili oleh Menteri Dalam Negeri, juga menyetujui agar RUU Pilkada diparipurnakan.
Terdapat dua isu utama dalam RUU Pilkada yang disepakati. Pertama adalah penyesuaian syarat usia pencalonan kepala daerah. Kedua, adanya perubahan terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, yang hanya mengakomodasi sebagian dari putusan MK.