Jakarta, ECNETNews – Ahli hukum pidana menekankan pentingnya Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan izin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait dugaan korupsi dalam lelang barang rampasan kasus PT Jiwasraya.
Menurut pengamat hukum, jika KPK memiliki bukti yang cukup, Jaksa Agung tidak seharusnya menunda atau menolak permohonan tersebut. Ia memperingatkan bahwa menunda izin dapat menghambat proses hukum yang berlangsung.
“Jika alat buktinya memadai, segera tanda tangani dan berikan izin untuk penyelidikan,” tegasnya, pada 9 Februari 2025.
Pakar hukum juga menggarisbawahi bahwa Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan mewajibkan izin dari Jaksa Agung sebelum tindakan paksa diambil terhadap jaksa yang tersangkut masalah. Ia menilai undang-undang ini bisa menjadi penghalang bagi KPK dan perlu ditinjau agar tidak menghalangi penegakan hukum.
Sebelumnya, ada dorongan dari mantan pejabat KPK untuk merevisi aturan tersebut karena berpotensi menciptakan kebingungan hukum dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan aparat kejaksaan.
Kasus ini bermula dari laporan koalisi sipil yang mengajukan dugaan praktik korupsi yang melibatkan lelang saham PT Gunung Bara Utama—satu aset dari kasus Jiwasraya yang dijual dengan harga jauh di bawah nilai pasarnya, menyebabkan kerugian negara hingga Rp7 triliun.
Hingga saat ini, KPK belum melanjutkan laporan tersebut ke tahap penyelidikan. Juru Bicara KPK menyatakan bahwa verifikasi dan pengumpulan bukti masih berlangsung.
“Jika semua syarat terpenuhi, kami akan naikkan statusnya ke penyelidikan. Namun, jika ada yang kurang, kami akan meminta pelapor untuk melengkapi dokumen yang diperlukan,” terangnya pada 6 Februari 2025.
Perhatian publik kini tertuju pada tindakan Jaksa Agung dalam kasus ini. Jika izin pemeriksaan tidak segera diberikan, proses hukum serta reputasi penegakan hukum di Indonesia akan semakin dipertaruhkan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dilaporkan ke KPK karena diduga terlibat dalam praktik korupsi lelang barang rampasan berupa saham PT Gunung Bara Utama.
Investigasi internal menunjukkan bahwa pendanaan untuk lelang berasal dari pinjaman bank, memperburuk dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses tersebut. Penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik praktik korupsi dalam lelang barang rampasan.