Kamis, 29 Agustus 2024 – 17:36 WIB
Bogor, ECNETNews – Para pensiunan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang kini tergabung dalam PTPN 1 Regional 2, menggelar unjuk rasa saat berlangsungnya rapat Tea Walk dan Penghargaan Kinerja 2024 di Kebun Teh Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka menuntut pembayaran Santunan Hari Tua (SHT) bagi 5.000 pensiunan dengan total sebesar Rp 400 miliar.
Para pensiunan yang terorganisir dalam Sapaham Sahati Sajiwa (TRI S) berusaha memasuki area Kebun Teh Gunung Mas. Terdapat ketegangan saat para pensiunan, yang mayoritas merupakan lansia, berupaya melewati barikade yang digalang oleh petugas PTPN.
“Tujuan demo kami adalah menuntut hak-hak kami sebagai purna karya atas Santunan Hari Tua atau SHT yang sudah tercantum dalam SK pensiun, yang belum dibayarkan selama lebih dari empat tahun,” jelas Yani Dahyani, Ketua Sapaham Sahati Sajiwa, di lokasi, Kamis, 29 Agustus 2024.
Yani menambahkan, banyak pensiunan yang telah mengabdi selama puluhan tahun di PTPN, namun hingga kini 5.000 di antaranya belum menerima hak SHT mereka, termasuk Yani yang seharusnya menerima Rp 767 juta berdasarkan SK yang diterbitkan. “Empat tahun lalu, saya hanya menerima setiap Lebaran sebesar 3 juta; ada yang bekerja selama 30 hingga 39 tahun,” tuturnya.
Pensiunan-pensiunan ini telah berupaya untuk berkomunikasi dengan manajemen di Jakarta serta mengajukan kesekretariatan ke Kementerian BUMN dan Komisi VI DPR RI. “Sebelum mengambil langkah hukum ke PTUN, kami ingin duduk bersama manajemen untuk memahami komitmen mereka terlebih dahulu,” tambahnya.
Kehadiran para pensiunan bertujuan mendapatkan kejelasan tertulis mengenai jadwal pembayaran SHT yang tertunda. “Kami ingin berbicara langsung dengan pengambil keputusan di pihak manajemen tanpa melibatkan pihak luar,” tegasnya.
Yani menyatakan, akibat keterlambatan pembayaran SHT, banyak pensiunan yang hidup dalam kesulitan ekonomi. Banyak di antara mereka yang bergantung pada pemasukan yang minim, di bawah Rp 200 ribu per bulan, seharusnya SHT menjadi modal untuk kehidupan setelah pensiun, termasuk untuk pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, perjuangan mereka untuk mendapatkan SHT telah menyebabkan kesehatan sebagian pensiunan menurun, bahkan hingga meninggal dunia, dengan keterlambatan dalam pembayaran tunjangan kematian. Mereka mengancam akan terus menggelar aksi unjuk rasa jika hak pensiun mereka tidak segera dipenuhi.
“Banyak teman-teman kami yang hidup dalam kondisi yang tidak layak. Kami memilih lokasi aksi ini karena seluruh manajemen sedang berkumpul, sehingga kami berharap aspirasi kami dapat didengar. Selama ini, kami hanya diterima oleh bagian SDM dan tidak menemui direksi. Kami akan terus berdemonstrasi sampai hak kami terpenuhi,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya