Rabu, 19 Maret 2025 – 02:06 WIB
Jakarta, ECNETNews – Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat kembali melanjutkan persidangan terkait dugaan suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yang sebelumnya memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur. Sidang berlangsung pada Selasa, 18 Maret 2025.
Baca Juga :
Hakim Penvonis Bebas Ronald Tannur Bawa Kakak Jadi Saksi Meringankan, Tapi Tak Disumpah
Prof. Nur Basuki Minarno, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Airlangga, menjadi saksi ahli dalam persidangan ini. Terdakwa dalam kasus ini adalah Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul.
Basuki menekankan bahwa tidak ada dissenting opinion dalam suatu putusan tidak dapat dijadikan dasar untuk menyimpulkan keterlibatan dalam penerimaan suap.
Baca Juga :
Sidang Pembunuhan Berencana Wartawan di Karo, Tiga Terdakwa Dituntut Mati
“Oleh karena itu, tidak bisa disimpulkan bahwa hakim-hakim yang tidak memiliki dissenting opinion juga terlibat dalam penerimaan suap,” ujar Basuki.
Ronald Tannur hadir sebagai saksi di sidang suap tiga hakim PN Surabaya
Baca Juga :
Ronald Tannur Ngaku Tak Tahu Ibunya Kirim Rp1 M ke Lisa Rachmat untuk Atur Vonis Bebas
Dia menambahkan bahwa terdapat beberapa unsur yang perlu dibuktikan untuk menunjukkan keterlibatan dalam dugaan suap. Contohnya yaitu kehadiran kesepakatan dan kolaborasi fisik dalam menjalankan tindakan tersebut.
Unsur meeting of minds dalam konteks suap menunjukkan adanya dorongan pemberian uang atau suap.
“Jika terdapat kesepakatan yang sama di antara hakim, tidak serta merta mereka terlibat dalam penerimaan suap, karena proses pengambilan keputusan bisa berbeda,” jelas Basuki.
Basuki juga menjelaskan faktor-faktor yang dapat mengindikasikan bahwa putusan hakim dipengaruhi oleh suap. Salah satunya adalah jika putusan tersebut tidak sesuai dengan bukti yang dihadirkan selama persidangan.
“Artinya, jika putusan tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan karena adanya suap, itu adalah indikator yang kuat,” imbuhnya.
Sebagai informasi, ketiga hakim nonaktif yang diadili diduga menerima suap sebesar Rp4,67 miliar serta gratifikasi terkait keputusan vonis bebas bagi terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024.
Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai dan berbagai mata uang asing, termasuk Dolar Singapura, Ringgit Malaysia, Yen Jepang, Euro, dan Riyal Saudi.
Tiga hakim ini didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf c, Pasal 6 Ayat (2), Pasal 5 Ayat (2), dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Total suap yang diterima oleh ketiga hakim tersebut mencapai Rp1 miliar dan 308 ribu Dolar Singapura, setara dengan Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Halaman Selanjutnya
“Jika terdapat kesepakatan yang sama di antara hakim, tidak serta merta mereka terlibat dalam penerimaan suap,” kata Basuki.